LIDIK NEWS. COM | LEMBATA – Keberadaan potensi energi panas bumi di Lembata rupanya menjadi perhatian Pemerintah pusat untuk segera dimanfaatkan. Hal ini juga menjadi bahan diskusi kelompok masyarakat pencinta lingkungan dan pemerhati tradisi budaya Lamaholot di kota Lewoleba.
Banyak warga yang mulai cemas apabila energi geothermal yang ada di Atadei, Kabupaten Lembata jadi dibangun maka akan berdampak pada lingkungan dan budaya masyarakat setempat.
Terhadap hal ini, sempat diangkat Dominikus Karangora, seorang wartawan media lokal di Lembata saat jumpa pers bersama Penjabat Bupati, Matheos Tan di selah-selah acara Temu Pisa Penjabat Bupati di halaman depan rumah jabatan Bupati Lembata, Jumat (26/5/2023) malam.
Saat itu ditanya soal informasi Pemerintah Jokowi berencana di tahun 2023 ini akan membangun geothermal, proyek presisi energi di Lembata.
Berdasarkan pengalaman kasus geothermal yang dibangun di beberapa tempat di pulau Flores, menurut Domi Karangora, proyek geothermal itu telah banyak menghancurkan kehidupan masyarakat termasuk lahan pertanian.
Terhadap pertanyaan tersebut, Pj Bupati, Matheos Tan secara diplomatis menjawab, “Saya bukan pengambil keputusan.” Namun demikian ia tetap berujar bahwa tentunya kalau geothermal dibangun, analisis dampak lingkungan sudah bisa dihitung oleh pemerintah pusat.
“Tidak mungkin pemerintah pusat datang untuk menghancurkan lingkungan,” ujar Penjabat Bupati Lembata.
Dia menambahkan, kalau ada satu persoalan di tempat lain tidak boleh dibandingkan dengan tempat di sini. Apalagi barangnya belum jadi.
“Kalau di tempat lain tidak sukses, ya berarti kita harus wanti-wanti di sini. Apakah barang itu, apa yang dibuat, faktor resikonya apa, kita punya penanganannya bagaimana, karena ancaman, tantangan, hambatan dan gangguan, tentu kita harus bisa memetakan, sehingga geothermal yang merupakan proyek pemerintah tetap harus kita lakukan,” ujar Bupati Tan menambahkan.
Lanjutnya lagi, bahwa kalau memang di tempat lain tidak baik, itu menjadi bahan evaluasi pemerintah, tentunya tidak harus dibangun geothermal di Lembata. Tetapi itu kalau dibangun tujuannya untuk kebaikan masyarakat di sini, tentu kita akan memberikan ruang dan tempat bagi pemerintah pusat untuk bisa mengerjakannya, karena ini merupakan proyek-proyek pemerintah yang memang sangat penting.
Seperti diketahui, energi geothermal itu sendiri merupakan sumber energi yang relatif ramah lingkungan karena berasal dari panas dalam bumi. Air yang dipompa ke dalam bumi oleh manusia atau sebab-sebab alami (hujan) dikumpulkan ke permukaan bumi dalam bentuk uap, bisa digunakan untuk menggerakkan turbin-turbin dalam memproduksi listrik.
Harus diakui, bahwa biaya eksplorasi dan juga biaya modal pembangkit listrik geotermal lebih tinggi dibandingkan pembangkit-pembangkit listrik lain yang menggunakan bahan bakar fosil. Namun demikian, keuntungan ekonomisnya setelah mulai beroperasi, biaya produksinya rendah dibandingkan dengan pembangkit-pembangkit listrik berbahan bakar fosil.
Di samping menghasilkan listrik, energi geotermal juga bisa digunakan untuk pompa pemanas, alat mandi, pemanas ruangan, rumah kaca untuk tanaman, dan proses-proses industri lainnya.
Hal-hal ataupun kemudahan-kemudahan yang diperoleh dari energi geothermal ini yang menjadi faktor utama pemerintah pusat untuk berupaya beralih dari energi berbahan bakar fosil kepada energi yang lebih ramah lingkungan.
Terhadap pertanyaan kebutuhan gas di Lembata yang tidak terlalu besar, yang katanya hanya beberapa persen saja untuk saat ini, mengapa harus dibangun geothermal di Lembata, Matheos Tan sekali lagi menjelaskan bahwa ia bukan pengambil keputusan.
“Nanti saja bapa, karena yang bapa tanyakan itu sesuatu yang belum terjadi. Jadi, jangan kita berbicara di sini, di atas awan. Karena diatas awan masih ada awan lagi. Jadi saya tidak bisa bicara lebih karena saya awan di bawah,” pungkas putra Ambon ini sambil guyon dengan kata-kata kiasannya.