LIDIK NEWS.COM | LEWOLEBA – Lembata merupakan salah satu kabupaten di Nusa Tenggara Timur yang terindikasi menjadi habitat tumbuhan Malapari (Pongamia Pinnata). Di sejumlah wilayah Lembata, jenis tumbuhan ini bisa dijumpai seperti Pantai SGB Bungsu, tak jauh dari Lewoleba, kota Kabupaten Lembata.
Potensi tersebut mendorong PT Sahabat Nusantara Teknologi Inovasi (PT SANTI) menggandeng peneliti Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) melakukan eksplorasi Malapari ini dalam program “Lembata Iconic for Malapari”.
Para peneliti dibantu team dari Unit Pelaksana Teknis Kesatuan Pengelolaan Hutan (UPT KPH) Lembata, saat ini sedang melakukan inventarisasi tegakan pohon yang tersebar di area pesisir Lembata.
“Kami telah mengirimkan surat kepada UPT KPH Lembata tanggal 5 Juli 2022 lalu untuk melakukan riset tumbuhan Malapari. Riset pertama ini merupakan pilot project kami di Nusa Tenggara Timur,” ujar Bibin Busono, Komisaris PT SANTI.
Hadir pula Dr. Aam Aminah, Periset BRIN yang telah 15 tahun mendalami tumbuhan ini di beberapa wilayah seperti Pantai Carita Banten, Alas Purwo Jawa Timur, dan Batu Karas serta telah melakukan percobaan di Parung Panjang Bogor“.
Hasil riset Malapari di Lembata merupakan eksplorasi genetika untuk keperluan riset-riset selanjutnya guna mendapatkan bibit unggul”, ujarnya. Salah satu alternatif mengembangkan energi baru terbarukan adalah dari bahan nabati.
Malapari merupakan salah satu jenis tumbuhan Pantai yang berpotensi sebagai alternatif sumber bioenergi dan berbagai manfaat lainnya.
Peneliti lain dari BRIN, Dr Desmiwati, mengatakan bahwa riset ini tidak hanya fokus pada aspek genetika, tetapi juga mencakup aspek sosial-budaya sebagai salah satu proses asesmen apabila nantinya akan dilakukan propagasi budi daya secara masal.
Dalam riset sosial-budaya, salah satu acuan yang digunakan adalah Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor 9 Tahun 2021 tentang Perhutanan Sosial (PS).
Penanaman Malapari juga sebagai upaya melalukan reforestrasi, konservasi mangrove dan pemanfaatan lahan-lahan kritis agar bisa bermanfaat bagi perekonomian masyarakat dan salah satu upaya dalam program global Net Zero Emission.
Pengembangan energi baru terbarukan menjadi perhatian Indonesia yang merupakan bagian dari kelompok negara dengan jumlah penduduk terbanyak di dunia. Kebutuhan energi Indonesia terus meningkat setiap tahun dengan pertumbuhan kebutuhan energi rata-rata sebesar 7 persen per tahun, namun pemenuhan kebutuhan energi sebanyak [94] persen masih bergantung kepada energi fosil.
Berbeda dengan biomassa yang melakukan penanaman dan penebangan pohon, Malapari dimanfaatkan buahnya untuk diproses menjadi bahan baku bioenergi sehingga bersifat lestari. Kemampuan Malapari menyerap gas rumah kaca sangat baik dan berpotensi menjadi unggulan.
Wilayah yang dilakukan penanaman malapari dapat pula dimanfaatkan masyarakat untuk menanam tumpang sari seperti jagung, kopi dan ubi karena sifat Malapari yang tidak saling berebut hara dan bersifat sebagai tumbuhan perintis.
Bibin Busono, Komisaris PT SANTI, mengatakan bahwa hasil riset yang akan dilakukan peneliti BRIN akan menjadi jurnal ilmiah dan diharapkan dapat memberikan masukan bagi Pemerintah Kabupaten Lembata dalam mengembangkan tanaman Malapari di pulau ikonik ini, didukung peraturan daerah dan berbagai regulasi di tingkat nasional.
PT SANTI juga bekerjasama dengan BPSI KLHK Bogor, Institut Teknologi Bandung (ITB) serta saat ini mendapat kunjungan studi banding dari Investancia Group BV, perusahaan pengembang Malapari asal Belanda yang sedang mengembangkan 1,2 juta hektar Malapari di Paraguay Amerika Selatan. Marcel van Heessewijk sebagai CEO dan Founder dari Investancia turut serta dalam rombongan ke Lembata kali ini.
Pilot project budidaya Malapari yang dimulai dari Lembata diharapkan dapat membantu pemerintah dalam menjawab tantangan energi di masa depan. “Lembata sebagai ikon Malapari hendaknya dapat menjadi semangat bersama untuk menjawab tantangan energi yang tengah dihadapi dunia, termasuk Indonesia,” tambah Bibin Busono.
Unit Pelaksana Teknis Kesatuan Pengelolaan Hutan (UPT KPH) Lembata menyambut baik rencana kerjasama survei penelitian yang diajukan PT SANTI, apalagi dibantu peneliti dari BRIN. Karena itu, UPT KPH Lembata mendukung inisiatif pihak PT SANTI dengan menjawab surat permohonan yang diterima pada 28 Juli 2022, guna melakukan riset malapari di kampung halaman, lewotana, leuawuq Lembata.
Niat tersebut disambut baik mengingat potensi malapari di daerah ini sangat besar. “Dari survei awal rekan-rekan petugas kehutanan KPH Lembata, paling sedikit kami temukan 20 tumbuhan Malapari di sepanjang pantai SGB Bungsu. Ketinggian Malapari mencapai hampir 25 meter dengan diameter batang lebih dari 75 cm,” kata Kepala UPT KPH Lembata Linus Lawe, S.Hut.
Menurut Lawe, saat ini sudah ada sekitar 280 hektar lahan Malapari di dalam Kawasan Kehutanan di Lembata dikelola masyarakat melalui gabungan kelompok tani (Gapoktan) sesuai Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor 9 tahun 2021 tentang Perhutanan Sosial (PS).
“Kami menyampaikan terima kasih kepada Penjabat Bupati Lembata Pak Marsianus Djawa menerima kami melakukan riset perdana ini. “Tak lupa kami sampaikan terima kasih kepada UPT KPH Lembata melalui komunikasi kontruktif sehingga peneliti BRIN bisa hadir di Lembata dengan dukugan maksimal,” kata Bibin.
Seluruh rangkaian acara di Lembata merupakan kerjasama dengan Yayasan Anton Enga Tifaona, Alex Bala Tifaona mengatakan, yayasan berinisiatif mengajak berbagai pihak dari luar NTT hadir di Lembata untuk ikut membantu mengembangkan Lembata sekaligus mengangkat berbagai potensi sumber daya alam yang dimiliki untuk dikembangkan sehingga memiliki nilai tambah ekonomi bagi masyarakat.
“Almarhum papa selalu mengingatkan agar kami, anak-anaknya ikut memberi perhatian besar bagi kemajuan daerah melalui inisiatif-inisiatif kecil namun bermanfaat bagi ribu ratu, rakyat. Kami memulai mewujudkan ide kecil ini dengan mengajak PT SANTI bersama peneliti BRIN melakukan riset Malapari di Lembata. Kami berdoa dan berharap semoga ada dukungan pemerintah, masyarakat, dan stakeholder di lewotana, leuawuq sehingga kegiatan ini berjalan lancar dan sukses,” ujar Alex, putra mendiang tokoh otonomi Lembata Brigjen Pol (Purn) Drs Anton Enga Tifaona.*(Red)