LIDIK NEWS. COM | KUPANG – Menjelang Pemilihan Gubernur Nusa Tenggara Timur (NTT) 2024, beredar sebuah rekaman suara yang menyebutkan keterlibatan tiga institusi besar, yakni Tentara Nasional Indonesia (TNI), Kepolisian Republik Indonesia (Polri), dan Kejaksaan. Politisi Partai Golkar sekaligus Tim Pemenangan Melki-Johni, yaitu Mohammad Ansor adalah orang yang diduga kuat mengeluarkan pernyataan tersebut.
Dalam rekaman suara tersebut, terduga yakni Mohammad Ansor menyebutkan bahwa tiga kekuatan besar negara ini dikerahkan untuk memenangkan Pasangan Calon Gubernur dan Wakil Gubernur NTT nomor urut dua Emanuel Melkiades Laka Lena dan Johni Asadoma (Melki-Johni) dalam kontestasi politik NTT 2024.
Padahal, TNI, Polri dan Kejaksaan adalah lembaga negara yang dilarang melakukan hal kegiatan politik yang menguntungkan ataupun merugikan para kandidat sebagaimana telah diatur dalam Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2015 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota menjadi Undang-Undang. Dan, dipertegas lagi dalam amar putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 136/PUU-XII/2024 yang menyatakan pejabat daerah dan anggota TNI/Polri dapat dipidana jika melanggar prinsip netralitas pada pemilihan kepala daerah atau pilkada 2024.
Menanggapi polemik tersebut, Pengamat Politik asal Universitas Nusa Cendana (Undana), Yohanes Jimmy Nami mengatakan bahwa informasi dalam rekaman suara tersebut adalah informasi sesat untuk menggiring opini masyarakat NTT.
Menurutnya, peradaban demokrasi di Tanah Flobamora harusnya dibangun dengan sikap dan integritas para politisinya. Rekaman suara yang diduga berasal dari Mohammad Ansor tersebut tidak mencerminkan sikap dan integritas yang baik dari seorang politisi senior di NTT.
“Peradaban demokrasi lokal kita harusnya dikonstruksi mulai dari sikap dan integritas para politisinya. Beredarnya rekam suara politikus Golkar MA (Mohammad Ansor) tidak mencerminkan sikap dan integritas yang baik dari seorang politikus senior. Menurut saya informasi yg tersampaikan dalam rekaman tersebut merupakan bagian dari informasi sesat, hanya untuk mempengaruhi opini publik NTT,” ujar Jimmy, Senin (25/11/24).
Dosen Ilmu Politik Undana itu menjelaskan bahwa TNI, Polri, dan Kejaksaan adalah institusi negara yang taat terhadap asas ketatanegaraan Indonesia. Menurutnya, ketiga lembaga tersebut berdiri tegak dan tidak terafiliasi dengan partai politik manapun ataupun dengan kepentingan politik tertentu.
Lebih lanjut, Jimmy menyampaikan bahwa untuk menjaga netralitas para institusi negara, maka dibuatlah peraturan perundang-undangan untuk menjamin netralitas ketiga institusi tersebut. Sehingga menurutnya, klaim yang diduga disampaikan oleh tim pemenangan Melki-Johni itu sangat mengganggu peradaban politik lokal di NTT.
“Institusi yang diklaim dalam rekaman tersebut merupakan institusi negara yang taat asas sesuai dengan sistem ketatanegaraan kita. Institusi yang tegak berdiri untuk melindungi segenap rakyat Indonesia tanpa terkooptasi kepentingan orang per orang atau kelompok tertentu. Oleh karena itu, secara regulasi diatur terkait sikap lembaga-lembaga ini untuk setia dan mnjaga netralitas dalam perhelatan politik. Jadi, apa yang disampaikan MA dalam rekaman tersebut hanya klaim politik dan sangat mengganggu peradaban politik lokal kita,” terangnya.
Terkait pernyataan tersebut, Jimmy menyarankan agar Bawaslu Provinsi NTT dapat memanggil yang bersangkutan untuk memberikan klarifikasi agar tidak mengganggu kondusivitas politik menjelang pencoblosan tanggal 27 November mendatang.
“Ya perlu dipanggil untuk klarifikasi pernyataan tersebut. Kita juga harapkan MA (Mohammad Ansor) bisa mengklarifikasi pernyataannya ini agar tidak terjadi lagi hal serupa yang akan menurunkan kualitas demokrasi lokal kita di masa yang akan datang,” pungkasnya.***