LIDIK NEWS. COM | KUPAN – Air adalah sumber peradaban. Ketiadaan air berarti ketiadaan kehidupan. Keanekaragaman hayati dan keberlangsungan hidup manusia tidak bisa terlepas dari keberadaan air.
Prinsip dan pandangan inilah yang dipegang oleh Yohanis Fransiskus Lema atau Ansy Lema, mantan Anggota Komisi IV Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI yang sejak awal bersuara lantang memperjuangkan konservasi air.
Pria yang saat ini merupakan Calon Gubernur Nusa Tenggara Timur (NTT) ini berjuang untuk mempertahankan status Cagar Alam (CA) Mutis. Bahkan, ia adalah satu-satunya wakil rakyat asal NTT yang bersuara menolak penurunan status Cagar Alam Mutis menjadi Taman Wisata Alam maupun Taman Nasional.
“Saya adalah penjaga Cagar Alam Mutis. Jangan coba-coba ganggu Cagar Alam Mutis. Mutis itu sumber air bagi Pulau Timor, ibarat mama yang menyusui masyarakat Timor. Karena itu, saya sangat kecewa dan prihatin terhadap keputusan sepihak Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) yang menurunkan status Cagar Alam Mutis menjadi Taman Nasional,” ujar Ansy Lema di Kupang, Kamis (17/10/24).
Mantan dosen ini menggarisbawahi pentingnya mempertahankan Cagar Alam Mutis. Penurunan status menjadi Taman Nasional akan membuka ruang pengelolaan ribuan hektar untuk pembangunan berbagai fasilitas publik berorientasi komersil, seperti penginapan. Cagar Alam Mutis yang dahulu sepenuhnya merupakan kawasan konservasi, maka dengan penurunan status akan ada zona pemanfaatan untuk kepentingan bisnis. Akibatnya, bentangan alam dan kelestarian kawasan seluas 12.315,61 hektar tersebut akan terganggu.
Bukan tanpa dasar Ansy Lema bersuara. Mutis merupakan simbol budaya dan jantung peradaban masyarakat Timor serta sumber air bagi masyarakat Timor.
Mutis merupakan sumber air untuk tiga kabupaten, yaitu Kabupaten Kupang, Timor Tengah Utara (TTU), dan Timor Tengah Selatan (TTS). Selain itu, Mutis adalah sumber dari empat sungai utama di wilayah Timor Barat, bahkan hingga wilayah enclave Timor Leste yaitu Oekusi (Ambeno). Empat sungai dimaksud adalah Noel Mina, Noel Besi, Noel Fail, dan Noel Benanain. Di Daerah Aliran Sungai (DAS) Benanain inilah pemerintah membangun Bendungan Temef yang belum lama ini diresmikan Presiden Joko Widodo.
“Kalau Mutis terganggu karena eksploitasi terhadap kekayaan alam yang tidak bertanggung jawab, masyarakat Timor akan mengalami kekeringan ekstrem. Jika air tidak ada, tidak akan ada kehidupan dan melukai identitas kultural Atoni Pah Meto. Memastikan ketersediaan air mengharuskan lestarinya hutan di wilayah hulu,” tutur pria berdarah Ende-Belu ini.
Sikap kokoh Ansy Lema ini bertolak pada pendasaran belum adanya studi ilmiah yang secara khusus mengkaji rencana penurunan status tersebut. Belum ada pembuktian secara ilmiah bahwa alih fungsi ribuan hektar menjadi wilayah pemanfaatan tidak akan menganggu keseimbangan ekologis Cagar Alam Mutis. Perlu diingat bahwa semangat konservasi tidak boleh dikalahkan oleh semangat eksploitasi untuk kepentingan komersil.
Mantan Juru Bicara Ahok ini menuturkan bahwa dirinya adalah penjaga konservasi tanah Flobamora. Ia menjadi inisiator utama revisi Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistem (KSDAE). Aturan ini sudah terlalu lama dan tidak sesuai dengan keadaan.
Oleh sebab itu, perlu adanya perubahan legislasi yang menitikberatkan pada tanggung jawab negara untuk menjalankan konservasi ekosistem dengan melibatkan partisipasi masyarakat luas. Bahkan, eksistensi dan peran masyarakat adat mengalami afirmasi atau diperkuat.
“Saya berbicara pada level hulu, level yang paling penting dan mendasar dalam menjaga air, yaitu konservasi air. Jika tidak ada sumber air lagi, maka berbagai aspek pada level hilir seperti embung, sumur bor, dan pompa air akan percuma. Dan saya adalah satu-satunya orang yang berjuang untuk konservasi air, untuk keberlangsungan Cagar Alam Mutis,” tutup pria dengan tagline “Manyala Kaka” ini.***