LIDIK NEWS.COM | LEMBATA – BAND Lembata Akustik digawangi Vokalis; Dimas, Basis, Bung Wahon ; Cajon, Alfred; rhythm, Macet dan Lead Guitaris, Ricko, menghentak adrenalin pengunjung. Lagu kekinian yang nyaman di kuping, mengantar langkah tamu dan undangan menuju lokasi penayangan perdana Film Dokumenter “Uta Weru Lewuhala”, Sabtu (29/1/2022), petang.
Ruangan Depan perpustakaan Daerah Kabupaten Lembata, Nusa Tenggara Timur itupun semakin semarak oleh pameran tunggal fotografer Yosi Payong. Yosi menampilkan hasil foto bercerita.
Foto tersebut menggambarkan suasana saat pesta kacang “Uta Weru” di kampung tradisional Lewuhala. Berbagai teknik fotografi ditampilkan Yosi.
Sedangkan Crew Langit Jingga film hilir mudik mempersiapkan gala premiere Film Dokumenter “Uta Weru Lewuhala”.
Uta Weru sendiri adalah Sebuah tradisi syukuran. Uta : kacang, Weru : baru.
Syukuran atas usaha rejeki, kesehatan,dll yang dialami setahun sekaligus doa bagi musim kerja tahun berikut. Moment Uta weru juga momen persatuan bagi seluruh warga dalam komunitas adat Lewuhala.
Komunitas adat ini tersebar di 8 Desa di Kecamatan Ile Ape dan Kecamatan Ile Ape Timur, Kabupaten Lembata, Nusa Tenggara Timur.
Film Dokumenter ini diproduksi Sejak bulan September 2021 oleh Langit Jingga Film besutan Emanuel Hasan Lemaking (Elmo), bekerjasama dengan Direktorat Jenderal Kebudayaan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Riset dan Teknologi, melalui program Fasilitasi Bidang Kebudayaan 2021 (FBK).
Mengerahkan 13 Crew filmnya, Elmo menghabiskan waktu 2 Minggu berada di lokasi pengambilan gambar di kampung adat Lewuhala.
Hadir dalam Penayangan perdana, Kepala Dinas Kearsipan dan Perpustakaan Daerah Kabupaten Lembata, Burhanudin Kia, mewakili Bupati Lembata. Hadir pula ratusan tamu dan undangan.
Film Dokumenter “Uta Weru Lewuhala” sendiri mengisahkan tentang perjalanan Dua orang Wisatawan asal Kabupaten Flores Timur yang ingin menyaksikan tradisi budaya Uta Weru di kampung Lewuhala.
Film berdurasi 1 jam 30 menit itu dimulai dengan Napak tilas para pemuda kampung Lewuhala memulai Napak tilas sejarah Nenek Moyang orang Lewuhala, datang dan bermukim di 7 situs adat di lereng Gunung Ile Lewotolok.
Seluruh peristiwa dan rangkaian tradisi adat seperti
Tuke Kiwan Lua Wata, Bawa Wekiha, Neba (tarian) dan banyak ritual lainnya terdokumentasi dan disajikan utuh dalam film dokumenter ini.
Elmo Alesio nama keren dari Emanuel Hasan Lemaking, Produser sekaligus Sutradara Film Dokumenter “Uta Weru Lewuhala” menjelaskan, film tersebut berhasil diproduksi berkat kerjasama dengan Direktorat Jenderal Kebudayaan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Riset dan Teknologi, melalui program Fasilitasi Bidang Kebudayaan 2021 (FBK).
“Ada 6600 peserta mengirimkan proposal dan yang diterima hanya 140, termasuk “Uta Waru Lewuhala” dari Lembata. Memang film dokumenter ini dengan riset yang sangat minim, sehingga saya tidak bisa mendapatkan gambaran utuh,” ujar sang sutradara.
“Apa yang kami dapat dari film hanya kepuasan,” ujar Elmo.
Karena itu, Elmo dkk, berhasil menyelesaikan 2 Minggu Pengambilan gambar, editing hingga ditayangkan perdana.
“Setelah membuat film tentang Lamalera, Bajo, dan kali ini tentang budaya dalam masyarakat adat Lewuhala, Dengan judul “Uta Weru Lewuhala”. Kami akan tetap fokus mengangkat khazanah budaya Lembata melalui dunia film,” ujar Elmo.
Sebelumnya, Elmo dengan film besutannya “Amalake” menjadi juara 3 kontestasi film diselenggarakan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Film “Uta Weru Lewuhala” mendapat reaksi positif peserta pemutaran film perdana.
Maria Loka, aktivis perempuan dan anak di Lembata, mengapresiasi peluncuran Perdana Film Dokumenter tersebut.
“Menonton Film Dokumenter ini, saya jadi legah karena ternyata tradisi Uta Weru menempatkan kesetaraan antara laki laki dan perempuan. Posisi perempuan dalam tradisi Orang Lewuhala ditempatkan sejajar dengan laki-laki. Film ini juga bisa menjadi rujukan pola pewarisan tradisi bagi generasi muda di Lembata,” ujar Maria Loka.*(red)