LIDIK NEWS.COM | LEMBATA – JIKA warga di Sejumlah wilayah Kabupaten Lembata, mengerjakan ruas jalan Kabupaten secara swadaya, Pemda setempat justru nekat menggelar kegiatan eksplorasi budaya.
Kegiatan yang melibatkan 10 komunitas adat itu menelan anggaran senilai 2,5 Miliar rupiah.
Kegiatan eksplorasi budaya Lembata itu sebelumnya disebut Bupati Lembata, Dr.Thomas Ola Langoday sebagai “Ritual Sare Dame”. dalam istilah lokal, Sare dame’ merupakan sebuah situasi damai dan tenteram karena manusia berdamai dengan alam, manusia, Tuhan dan leluhur.
Namun diksi Sare Dame’ tersebut menimbulkan perdebatan di kalangan masyarakat serta DPRD setempat. Warga mempersoalkan diksi “sare Dame” lebih kepada upaya damai karena adanya konflik yang bersifat komunal. Padahal, selama ini Lembata dalam kondisi bebas dari konflik.
Karena itulah, bersama Banggar DPRD Lembata, diksi Sare dame’ pun diubah nomenklaturnya menjadi “eksplorasi budaya Lembata” yang menelan biaya 2,5 miliar rupiah. Kegiatan tersebut dikendalikan 4 OPD.
Meski sudah berubah nomenklaturnya, namun Bupati Lembata, Dr. Thomas Ola Langoday, dalam rapat persiapan kegiatan tersebut, Selasa (18/1/2022) tetap menjelaskan Ihwal Diksi Sare Dame’ yang digagasnya itu.
Bupati Lembata, Dr. Thomas Ola Langoday mengaku legah, Karena gagasanya itu mulai dikerjakan dan menunjukan kemajuan berarti.
Bupati Langoday mengaku sebelumnya ragu-ragu dengan gagasannya itu.
“Terima Kasih atas upaya kita semua untuk menyelenggarakan event budaya ini. Saya lega mendengar persiapan Kepala Dinas, Camat dan Para Kepala Desa. Ini luar biasa, tetap dalam semangat Taan tou (satu hati), bergandengan tangan, kita bekerja untuk anak cucu kita,” ujar Bupati Lembata, Dr. Thomas Ola Langoday.
Dalam kegiatan rapat persiapan kegiatan Eksplorasi budaya Lembata itu, Bupati Lembata, Dr.Thomas Ola Langoday menjelaskan, gagasannya tentang ritual perdamaian (Sare Dame’), berangkat dari fenomena di Lembata.
“Banjir bandang, puncaknya di tempat wisata, erupsi gunung berapi Ile Lewotolok, Ile Werung, gelombang pasang, menjadi gambaran, apakah hidup kita selaras alam, atau kita berperang melawan alam. Pohon, batu kita ambil, terumbu karang, lamun mati, mangrove ditebang, di darat kita semprot tanaman secara berlebihan. Alam kita Ibarat Ibu, jika ibu disemprot bahan kimia dia menangis, karena daging rusak, mata rusak. Maka banjir, longsor pertanda dia murka,” ujar Bupati Langoday menjelaskan latar belakang digelarnya Ritual Sare Dame’ yang kini berubah nomenklatur menjadi Eksplorasi Budaya Lembata itu.
Bupati Langoday menambahkan, saat ini orang Lembata mau makan kepiting besar, sudah tidak ada, lobster susah, tembang minyak tidak ada, karana orang Lembata sudah perang melawan alam.
“Terjadi penyakit Virus babi, hog cholera itu karena lapisan ozon kita sudah rusak. Karena itu mari kita berdamai, hidup selaras alam,” ungkap Bupati Langoday.
Ia menjelaskan, Pemerintah dalam kegiatan eksplorasi budaya bertindak selaku dinamisator.
“mari bergandengan tangan, sukseskan eksplorasi budaya Lembata,” ujar Bupati.
Kegiatan eksplorasi budaya Lembata direncanakan akan digelar pada 7 Februari hingga 7 Maret 2022, berisi ritual adat 10 komunitas, carnaval Budaya, tarian kolosal, pameran budaya, pentas seni komunitas budaya, seminar budaya, talk show budaya dan Napak Tilas Statement 7 Maret 1954.
Di sisi lain, komunitas Taman Daun menginisiasi pengerjaan ruas jalan Kabupaten secara Swadaya.
John Batafor, pentolan Komunitas Taman Daun, kepada Media Indonesia mengatakan, dirinya menginisiasi pengerjaan ruas jalan Kabupaten yang rusak parah karena digerus banjir di Desa Belabaja dan desa Puor, Kecamatan Nagawutun.
Ia mengaku, pekerjaan menyasar segmen kritis, diselesaikan berkat swadaya masyarakat setempat dibantu TNI.
“Material kami urunan, berupa semen serta material non lokal, sedangkan warga membantu dengan tenaga. Puji Tuhan beberapa segmen kritis sudah berhasil kita kerjakan dan warga bisa leluasa bepergian,” ujar John Batafor.*(red)